Total Tayangan Halaman

Kamis, 15 Maret 2012

Visi untuk mujizat

Reinhard Bonnke lahir pada 1940 di Jerman Timur. Saat itu Perang Dunia II tengah berkecamuk. Ia anak kelima dari enam bersaudara. Bersama ibunya, mereka lari sebagai pengungsi. Dengan naik kapal, mereka melintasi Laut Baltik dan mendarat di Denmark. Mereka berada di tempat pengungsian yang dikelilingi kawat berduri. Untuk bertahan hidup, mereka terpaksa mengais-ngais makanan. Sebuah masa kecil yang getir. ”Jadi, itulah yang melatari mengapa saya sangat berbelas kasihan pada kaum gelandangan dan kaum miskin,” kenangnya dalam sebuah wawancara. Pada usia sembilan tahun, ia dan saudara-saudaranya kembali ke Jerman. Ayahnya saat itu menjadi pendeta dan telah merintis gereja di Hamburg, Jerman Barat. Di situlah ia dibesarkan.


PENCURI KECIL YANG BERTOBAT
Selama dalam pengungsian, ia tidak mengenal uang karena di sana sama sekali tidak ada uang. Pemerintah Denmark memberi mereka makanan dan pakaian. Untuk tempat tinggal, empat keluarga mesti berbagi satu ruangan. Ketika kembali ke Jerman, barulah ia tahu uang. Ia sadar, dengan uang ia bisa membeli permen. Ia pun mencuri beberapa keping uang dari dompet ibu-nya dan pergi membeli permen. Ibunya memergokinya. Namun, alih-alih menghukumnya, ibunya merangkulnya dan berkata, “Reinhard, kau sedang menuju neraka karena kau ini pencuri.” Saat itu ia merasa Roh Kudus menjamah hatinya. Ia melihat dirinya sebagai orang berdosa. Ibunya menjelaskan bahwa Yesus peduli dan dapat menyelamatkan orang berdosa. Ia mengalami kelahiran kembali, dan sejak saat itu tidak pernah mencuri uang lagi.
Setahun kemudian, pada usia sepuluh tahun, ia mendapatkan panggilan Tuhan. Saat itu sedang ada pembicara tamu yang berkhotbah di gereja ayahnya. Tiba-tiba ia mendengar suara Roh Kudus di dalam hatinya, begitu nyaring, mengatakan, “Reinhard, suatu hari kau akan memberitakan Injil di Afrika." Ia mulai menangis dan berlari ke depan, memeluk ayahnya. ”Papa, Papa, Papa, Tuhan berbicara kepadaku,” katanya. ”Apa yang dikatakan-Nya?” tanya ayahnya. ”Tuhan berkata, suatu hari aku akan memberitakan Injil di Afrika,” jelasnya.

Ayahnya menjawab, ”Reinhard, kakakmu yang akan meneruskan pelayananku di sini.” Pengalaman pertobatan dan panggilan ilahi itu tak hanya memengaruhi pergaulannya. Ia sadar dirinya tidak bisa bersikap sembarangan pada para gadis seperti anak laki-laki sebayanya karena suatu hari ia akan berkhotbah kepada mereka. Karenanya, ketika menikah pada usia 22 tahun, istrinya menjadi perempuan pertama yang diciumnya.


MUKJIZAT PERTAMA
Setelah kuliah di Bible College di Wales, ia menjadi pendeta di Jerman selama tujuh tahun. Pada 1969 ia dan istrinya, Anni, serta anak laki-laki mereka yang masih bayi, berangkat ke Maseru, Lesotho. Pada tahun-tahun awal di Maseru, Reinhard dan Annie melakukan karya misi secara tradisional. Ketika itulah ia mendapatkan penglihatan tentang “benua Afrika, dibasuh oleh darah Yesus yang mahal harganya”. Visi itu menanamkan kerinduan dalam hatinya untuk menjangkau seluruh benua Afrika, dari Cape Town sampai Kairo dan dari Dakar sampai Djibouti. Pada awalnya ia belum melihat bukti bahwa gagasan sebesar itu mungkin diwujudkan, namun ia terus berpegang teguh pada impian ilahi itu dan bertekun dalam pelayanannya.

Semula ia bukan orang yang yakin pada mukjizat. Ia tahu Yesus dulu menyembuhkan orang sakit, namun ia tidak yakin Yesus masih menyembuhkan orang saat ini. Ia memilih menahan diri. Suatu hari ia mengundang seorang hamba Tuhan dari Zulu, Richard Ngidi. Pelayanan
Richard disertai dengan tanda-tanda dan mukjizat. Setelah menyaksikannya dengan mata sendiri, Reinhard mulai menyadari bahwa firman Allah tentang mukjizat masih berlaku. Kira-kira setahun kemudian ia mengundang hamba Tuhan lain, yang juga bergerak dalam pelayanan tanda-tanda dan mukjizat. Orang ini berjanji akan melayani pada kebaktian Sabtu dan Minggu. Pada kebaktian Sabtu, gerejanya dipadati orang sakit. Namun, setelah berkhotbah selama sepuluh menit, orang itu meminta Reinhard menutup kebaktian, dan berjanji akan berdoa untuk orang-orang sakit itu keesokan harinya.

Esoknya, ketika Reinhard menjemputnya di hotel, orang itu mengatakan, Roh Kudus menyuruhnya pulang. Dan orang itu pun pergi begitu saja. Reinhard marah dan merasa dipermainkan. Sambil menyetir mobil kembali ke gerejanya, ia berdoa, ”Aku ini memang hanya misionaris. Tapi aku ini juga anak-Mu. Aku akan ke gereja dan akan berkhotbah dan berdoa un-tuk orang sakit, dan Engkau yang
akan melakukan mukjizat.” Ia merasakan damai sejahtera menyelimuti hatinya. Dan, benar saja, pagi itu Tuhan memakainya secara luar biasa. Orang buta dan orang lumpuh disembuhkan. Hadirin mengalami jamahan Roh Tuhan. Sejak saat itu kuasa Tuhan nyata dalam pelayanannya.

PELAYANAN TENDA
Pada 1974 ia mendirikan lembaga penginjilan Christ for all Nations (CfaN). Ia memulai kebaktian di tenda yang dapat menampung 800 orang. Namun, seiring dengan semakin meningkatnya pengunjung, mereka harus membeli tenda yang lebih besar lagi. Begitulah, sampai pada 1984, mereka membangun tenda terbesar di dunia, sebuah tenda yang dapat dipindah-pindah dengan kapasitas 34.000 tempat duduk! Tidak lama kemudian tenda besar itu sudah tidak mampu menampung banyaknya pengunjung. Ia mulai mengadakan kebaktian di lapangan terbuka, dengan pengunjung pada awalnya tidak kurang dari 150.000 orang. Sejak saat itu ia berkeliling ke berbagai kota di seluruh Afrika, berkhotbah di lapangan terbuka. Di Lagos, Nigeria, pengunjungnya mencapai 1,6 juta dengan tata suara yang terdengar sampai bermil-mil jauhnya.

Pelayanannya lalu meluas sampai ke Asia. Ia telah mengadakan KKR di Malaysia, Filipina, Indonesia, Singapura, dan India, serta empat negara di Amerika Selatan. Sampai saat ini tercatat tak kurang dari 42 juta jiwa mengambil keputusan bagi Yesus melalui KKR CfaN. Dalam dekade pertama pada milenium baru ini, mereka mencanangkan visi untuk melihat angka itu mencapai 100 juta. Sebagai bagian dari program pelatihan pemuridan mereka, lebih dari 178 juta eksemplar buku dan bu
klet CfaN telah diterbitkan dalam 140 bahasa dan dicetak di 53 negara. CfaN juga secara aktif mendukung Global Pastor’s Network, pergerakan interdenominasi sedunia yang bervisi menjangkau satu milyar jiwa dan merintis lima juta gereja di seluruh dunia sebelum 2010.


ORANG MATI BANGKIT

Salah satu mukjizat menonjol dalam kebaktian Reinhard Bonnke berlangsung pada Desember 2001 di Grace of God Mission Church di Onitsha, Nigeria. Pendeta Daniel Ekechukwu, yang telah dinyatakan meninggal dunia selama empat puluh dua jam, secara ajaib bangkit dan hidup kembali. Sebagian kalangan meragukan kebenaran mukjizat tersebut. Mereka pun (para pengkritik ini) mengatakan bahwa mereka telah meneliti mukjizat ini. Mereka mendapati bahwa mukjizat itu memang faktual, namun mereka mengatakan, "terserah apakah Anda akan me
mercayainya atau tidak. Namun, Anda tahu, fakta itu keras kepala. Kalaupun orang mengatakan mukjizat itu tidak benar, orang itu masih tetap hidup. Masih ada ribuan saksi, masih ada dokter yang mengeluarkan surat kematian, masih ada pengurus pemakaman yang karena mukjizat ini keluarga mereka diselamatkan dan mereka saat ini menjadi orang Kristen yang luar biasa. Saya percaya kita akan melihat mukjizat-mukjizat yang lebih besar lagi,” papar Reinhard menanggapi keraguan tadi.

Sahabat,
Tuhan yang melakukan mujizat pada zaman lampau dimana alkitab mencatatnya, adalah Tuhan yang sama yang akan melakukan mujizat di masa ini. Penginjil Reinhard Bonnke mengalami dan menyaksikannya. Iman mendorongnya untuk menyaksikan pekerjaan besar yang Allah lakukan melaluinya, kita tidak pernah bisa menyangkal ini. Mujizat juga akan terjadi dalam hidup anda, saat anda mengambil keputusan dengan iman untuk menggenapi visi yang Allah siapkan bagi anda!
Tuhan Yesus memberkati........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.