Total Tayangan Halaman

Senin, 13 Februari 2012

Cinta yang berakhir di Hari Kasih Sayang

Siang yang mendung, rintisan air hujan terus turun membasahi kota Medan. Seorang remaja berteduh di bawah puing-puing pohon lebat yang cukup untuk melindungi tubuhnya agar tidak kebasahan. Sebuah mobil lewat dan pria separuh baya berteriak dari dalam, "Herman, naiklah!". Tanpa basa-basi, remaja itu berlari meninggalkan tempat teduhnya dan masuk ke dalam mobil. Mobil mereka bergerak di tengah-tengah hujan yang terus turun dari langit, seperti air yang menari-nari di atas jalan-jalan yang dibasahinya, yang menghapuskan panasnya kota, memberikan kesegaran bagi tanaman, kesejukkan bagi manusia dan hewan. Mobil mereka terus bergerak masuk ke jalan yang sempit, dan akhirnya berhenti di depan sebuah rumah sederhana.
"Terima kasih pak atas tump
angannya, maaf merepotkan." sahut Herman sambil membuka pintu mobil.
"Sama-sama Man, ini bukan apa-apa." jawab pria separuh baya dari balik kaca mobilnya.

Herman segera masuk ke dalam rumahnya dan bergegas ke kamarnya.
"Aku pulang." Teriak kecil Herman sambil berlari ke kamar.
"Cepat cuci tangan dan ganti pakaianmu lalu makan Nak," pinta sang ibu
"Bentar Ma, aku ke kamar dulu." balas Herman sambil menutup pintu kamarnya.
Herman segera membuka lemarinya dan mengambil sebuah kotak kecil dan kertas kadonya. Dengan hati-hati ia membuka isi kotak dan memeriksanya, lalu menutupnya kembali dengan perlahan dan membungkusnya dengan kado. Beberapa menit kemudian telepon masuk saat Herman tengah menempelkan kertas kadonya untuk menutup kotak tersebut.
"Halo Man, kamu sedang dimana?" sahut sahabat karibnya, Anto.
"Oh ini lagi bungkus kado, ada apa bro?" tanya Herman penasaran
"Valentine masih l
ama, jangan sibuk begitu hingga lupa waktu." balas Anto.
(melihat jam) "Astaga! sorry bro, saya lupa. Habis makan siang saya segera ke sana." Jawab Herman terkejut.
"Hahaha.... cepat bro, jangan telat. Pemimpin persekutuan mana boleh telat." sindir Anto.
"iya..iya.." Herman langsung menutup teleponnya. Dengan konsentrasi penuh, Her
man cepat-cepat membungkus kadonya dan bergegas makan siang.

Herman segera mengendarai sepedanya menuju tempat persekutuan yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Semua orang telah menunggu di ruang doa, Herman bergegas masuk menemui saudara-saudari seimannya.
"Shalom semuanya..." Teriak Herman memecah kesunyian persekutuan.
"Shalom..." balas semua orang yang ada di dalam persekutuan.
Persekutuanpun di mulai dengan doa, pujian dan penyembahan, serta pembagian firman yang dilakukan oleh Herman.

Setelah ibada
h, merekapun saling berbincang-bincang sambil menunggu waktu makan malam bersama tiba.
"Dengar-dengar, ada yang terlambat masuk persekutuan nih karena lagi mempersiapkan kado untuk valentina, hahaha....." sindir salah seorang sahabat persekutuan (Gillin) yang membuat orang-orang tertawa bersama.
"Sepertinya saya tahu siapa orangnya." tambah Anto menyindir.
"Sudah. sudah. Makanlah, cerewet kalian." kata Herman mengalihkan pembicaraan.
"Sssttt...... Jangan keras-keras, orang yang mau dikasih kado sama Herman ada di belakang. Hahaha....." Sahut salah seorang sahabat Herman yang lain (Reihan).
"Wow... siapa tuh?" gurau Anto memanaskan suasana.

"Sudah. sudah. Cukup ya, bubar semua." suara Herman memotong pembicaraan.
Dari belakang dapur, datang beberapa gadis sambil membawa makanan pencuci mulut. Di tengah-tengah mereka, seorang gadis (Laura) bertubuh mungil, sederhana, dan manis bersuara menawarkan, "makanan tambahan datang, ayo makan semuanya."
Anto yang berdiri di samping Herman menyenggolnya dengan siku, "Man, itu dia pujaanmu." Kembali Anto menyindiri dalam bisikan sambil tertawa kecil.
"Apaan sih, sudah
lah." Herman bersuara kecil.
Mereka semua melanjutkan makan hinggga hampir larut malam, lalu semuanya bersiap pulang dari persekutuan.

"Laura, aku antarin yuk..." pinta Herman menawarkan jasa.
"Hmm... boleh, yuk.." jawab Laura.
Anto, Gillin dan beberapa sahabat Herman tertawa kecil. Gillin berbisik kepada Herman, "Jangan macem-macem bro, hati-hati,, ini sudah malam. Hahaha........"
"Iya deh, kami duluan ya. Tuhan berkati semua, sampai jumpa besok di sekolah." sahut Herman sambil mengayuh sepedanya memboncengi Laura.
Herman dan Laura bergerak sepanjang jalan yang diterangi lampu jalan dan dihiasi bintang-bintang di langit.
"Pelan-pelan saja Man." kata Laura dengan lembut.
"Udah malam, nanti orang tuamu nunggu terlalu lama. Pegangan erat ya." jawab Herman.
"Orang tuaku sudah ta
hu aku malam baru pulang dari persekutuan." balas Laura.
"Ok deh, ini bentar lagi sampai." sahut Herman.
Mereka berhenti di depan pagar rumah kecil Laura,
"Makasih ya Man udah nganterin. Sampai jumpa besok." Kata Laura sambil memberi senyuman bagi Herman.
"Sama-sama, selamat malam ya. Cepat tidur sana, matamu udah agak berat tuh. Haha..." jawab Herman sambil mengayuh sepedanya meninggalkan rumah Laura.
Herman begitu bahagia malam itu bisa mengantarkan Laura.

Keesokan hari, Herman sedang berjalan kaki masuk ke dalam sekolahnya. Anto dan Gillin berlari mengejar Herman dari belakang.
"Man. Man... Tungguin." Teriak Gillin.
Herman berpaling ke belakang melihat ke dua sahabatnya.
"Gimana bro kemarin
, berduaannya. Hahaha..." gurau Anto.
"Apaan sih, cuma antarin pulang, setelah itu selesai." jawab Herman santai.
"Eh Man, itu si Laura." kata Gillin sambil menuju ruang kelas Laura yang ada di sebelah kelas mereka.
"Sudah la, ayo masuk kelas saja. Bentar lagi bel masuk." kata Herman berlari mendahului kedua sahabatnya.
Mereka semua segera masuk kelas melupakan pembicaraan mereka. Herman berusaha untuk tidak terlihat terpesona dengan Laura.
"Dasar gengsi, haha...." kata Anto kepada Gillin.
Gillin mengangguk kepala mengiyakan sindiran Anto.
Pelajaran dimulai, Herman kurang konsentrasi karena memikirkan kejadian semalam. Hingga tak terasa bel istirahat berbunyi, salah satu sahabat persekutuan Herman (Rissa) datang.
"Hey kalian tahu ga anak baru di kelas sebelah. Ganteng banget, pindahan dari Jakarta." kata Rissa.
"Ya ampun Ris, mata kamu itu harus dijaga. Nanti perlu di doakan nih." Sahut Anto
"Bukan gitu To, tapi..." Rissa terhenti sejenak
"Tapi apa Ris?" tanya
Herman penasaran
"Gak apa-apa sih Man. Ga penting juga. Hahaha..... To, Gil, bantu aku bentar dong." Rissa menarik tangan Anto dan Gillin keluar kelas. Herman yang tidak terlalu penasaran dengan mereka kembali melanjutkan tugas yang tertunda tadi akibat lamunannya.

"Ada apa Ris, apa yang mau dibantu?" Tanya Anto penasaran.
Sambil melihat sekeliling untuk memastikan Herman tidak ada di dekat mereka, Rissa melanjutkan, "Ada anak baru yang duduk sebangku dengan Laura, dan tampaknya dia terus berbicara akrab dengannya."
"Terus apa masalahnya?" tanya Anto sambil mengikat tali sepatunya yang terlepas.
"Menurutku cowok itu tertarik pada Laura." jawab Rissa dengan nada kuatir.
"Apa?" sahut Gillin terkejut.
"Sssttt..... kecilkan suaramu Gil!" kata Rissa sambil memukul ringan bahu Gillin.
"Kalian jangan salah menilai dulu deh. Tenang saja, Laura ga mungkin ngelakuin hal yang kalian takutkan." kata Anto menenangkan mereka.
Anto segera men
gajak Gillin dan Rissa untuk bubar, mereka melupakan pembicaraan mereka.

Herman yang tidak mengetahui kehadiran anak baru itu masih terus memikirkan hari Valentine yang semakin dekat. Berhari-hari kemudian, tepat sehari sebelum hari Valentine. Sekolah mengalami kehebohan. Siswa-siswi berbondong melihat peristiwa yang cukup menarik di aula sekolah, siswa baru yang tanpa malu-malu dan ragu itu mengutarakan cinta kepada Laura. Seluruh siswa-siswi itu berteriak mendukung, "terima, terima, terima..."
Anak baru itu begitu bersemangat mendapatkan dukungan yang baik dari siswa-siswi
di tempat itu.

Rissa segera berlari menuju kelas Herman dan bertemu dengannya, Anto, Gillin dan sahabat-sahabat persekutuan lain.
"Man. Man. Herman..." teriak Rissa memasuki ruang kelas.
"Ada apa sih Ris teriak gitu, kita lagi konsentrasi mengerjakan tugas nih." kata Anto sambil menggaruk kepala.
"Man, kamu cepat-cepat deh ke aula sekarang. Ada anak baru yang lagi mau menyatakan cinta dengan Laura." kata Rissa sambil mengatur pernafasannya yang tak beraturan saat berlari.
"Apa? Serius kamu Ris?" tanya Gillin gusar
"Beneran, kali ini aku ga bercanda. Buruan ke sana." Ajak Rissa.
"Tenang, tenang dulu. Jangan pada buru-buru ambil tindakan." Kata Herman menenangkan suasana.
"Ini ga bisa dibiarkan!" bentak Gillin kesal dan segera berlari ke aula.
"Gil.. tunggu." teriak Anto.
Mereka semua segera berlari menyusul Gillin ke aula.

Gillin yang terlebih dahulu masuk ke ruang aula segera menemui anak baru yang sedang menyatakan cinta sambil berlutut di hadapan Laura, Gillin yang tidak bisa menahan emosi segera menggebek wajah anak baru, perkelahian terjadi secara tiba-tiba. Herman dan teman-temannya langsung masuk dan melerai perkelahian mereka.
"Lepaskan aku To, aku mau beri pelajaran pada anak baru yang tak tahu diri ini." Teriak Gillin penuh amarah.

"Tenang, jangan gegabah! Tenangkan dirimu!" kata Anto menahan Gillin.
"Sudah! Apa-apaan kamu ini Gil, kamu ga bisa emosi sembarangan gitu!" Bentak Herman yang sedang membantu anak baru itu berdiri.
"Kamu yang apa-apaan, aku berusaha membantumu. Kenapa kamu malah membelanya?" Tanya Gillin heran
"Bukan begitu caranya, kamu begini hanya memperburuk keadaan." Kata Herman menenangkan keadaan.
Anak baru yang tidak di tahan itu tidak senang dan perbuatan Gillin, ia langsung membalas menghajar tubuh Gillin yang di tahan oleh Anto. Herman yang melihat keadaan itu segera melindungi Gillin dan "Gubraakkk..." Hantaman keras anak baru itu mengenai tubuh Herman dan Herman pun terjatuh pingsan.
Suasana semakin ricuh, Laura yang dari tadi hanya diam kuatir langsung terkejut ketika melihat Herman dipukul pingsan.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Anto memanas.
"Aku.. aku.." Anak baru itu terkejut karena sasarannya mengenai Herman
"Sudah ku bilan
g anak ini perlu diberi pelajaran. Lepaskan aku, biar ku hajar anak ini!" Kata Gillin semakin emosi melihat Herman, sahabatnya itu pingsan karena anak baru itu.
"Tenang, tenang. Jangan emosi, semuanya ayo bergegas membantu untuk membawa Herman ke UGD." Kata Anto panik
"Awas kamu ya, aku akan buat perhitungan denganmu!" Ancam Gillin sambil menuju tempat Herman pingsan dan membantu membawanya. Semua orang beranjak mengantar Herman ke UGD, hanya anak baru itu dan beberapa murid yang tidak begitu kenal dengan Herman yang tinggal di aula.
"Maaf Roy, kita baru kenal. Aku tidak bisa menerima ungkapan hatimu yang mendadak ini. Ku akui kamu lelaki yang cukup menarik, tetapi aku telah memilih orang lain dalam hidupku. Ku harap kamu mengerti." Kata Laura sambil menarik tangan Rissa dan mereka bergegas menuju lokasi UGD untuk menantikan Herman.

Herman segera ditangani oleh para medis kesehatan, sahabat-sahabatnya menunggu di ruang tunggu dengan penuh kecemasan. Anto berjalan dengan langkah kecil ke tempat Laura sambil mengeluarkan sebuah kado dari tas Herman.
"Bentar lagi tengah malam dan hari akan berganti, ini adalah kado yang Herman siapkan untukmu sejak seminggu yang lalu." kata Anto menyerahkan kado itu untuk Laura.
Air mata Laura
mengalir, dan semua sahabat Herman yang ada juga ikut menangis haru sekaligus kuatir akan Herman.
"Sudahlah teman-teman, mari kita bersama-sama berdoa untuk Herman." Ajak Rissa menenangkan suasana.
Sepanjang malam itu hingga pagi hari, mereka tak berhenti dan tak lelah untuk berdoa bagi Herman, air mata mereka tidak berhenti mengalir bagi sahabat mereka.

Tiba-tiba dokter keluar dari ruang UGD.
"Bagaimana keadaan sahabat kami dok?" tanya Gillin terlebih dahulu.
Dokter menghela nafas panjang sebelum akhirna berkata, "Anak muda itu sudah sadar. Tetapi sebaiknya dia mendapat waktu untuk beristirahat, kalian pulanglah. Kami akan menjaganya." Pinta dokter memberi nasihat."
"Tapi....." kata Gillin
"Sudahlah Gil. Yang penting dia baik-baik saja. Ayo kita semua pulang dan beristirahat, sambil terus mend
oakan Herman." jawab Anto
Semuanya setuju dan pulang meninggalkan rumah sakit. Tetapi Gillin dan Laura masih menunggu. Anto menghampiri mereka, "pulanglah, aku akan menjaganya.".
"Aku akan menjaganya juga!" pinta Gillin
"Tidak, kamu harus pulang dan membersihkan lukamu karena perkelahian semalam. Sekarang antarkan Laura pulang juga." balas Anto
Gillin dan Laura terpaksa pulang. Hari itu mereka lewati tanpa adanya kabar tentang Herman.

Malam harinya ialah hari persekutuan, mereka berkumpul di tempat biasa. Tetapi Anto dan Herman belum kunjung datang.
"Mari kita ke rumah sakit." Ajak Gillin
"Tidak, Anto akan marah kalau kita pergi kesana. Lebih baik kita melanjutkan persekutuan dan mendoakan Herman disini." balas Rissa
Mereka melanjutkan persekutuan itu tanpa Anto dan Herman. Laura yang memimpin persekutuan itu menggantikan Anto tampak kuatir memikirkan Herman. Akan tetapi, mereka terus berdoa dengan penuh iman dan ketekunan. Ketika mereka tengah melakukan persekutuan, terdengar suara kendaraan di depan rumah persekutuan. Anto pulang dan memberikan sapaan.
"Shalom semuanya, maaf saya agak terlambat." kata Anto sambil mengambil tempat di dalam persekutuan.
"Bukankah kamu harus menjaga Herman di rumah sakit? Bagaimana kamu bisa pulang?" Tanya Gillin keheranan.
"Tenanglah, k
ita harus melanjutkan acara. Laura, tolong kamu ambilkan bahan-bahan yang sudah disiapkan di belakang halaman rumah untuk acara valentine malam ini." sahut Anto kepada Laura.

Tanpa basa-basi, Laura berjalan ke belakang halaman rumah. Laura tengah mencari barang-barang yang dimaksudkan oleh Anto, dan tiba-tiba ada suara memanggil, "Laura, lihat ke atas langit."
Laura langsung mengikuti suara itu dengan melihat ke atas langit, dan "Pam.. Pum.. Pam.." Suara kembang api sambil bertuliskan "Happy Valentine" berkumandang di atas langit. Ketika Laura mengarahkan pandangannya dari atas langit ke arah suara yang memanggilnya, dia melihat sosok seorang pria tegap penuh kasih, menggenggam setangkai bunga dan dengan pakaian klasik berjalan mendekatinya.
"Maukah mulai malam ini, kamu menjadi pacarku?" pinta orang itu sambil semakin mendekati Laura. Ia terkejut dan ketika pria itu berjalan semakin dekat hingga cahaya lampu menerangi pria itu, dia tahu bahwa itu adalah Herman.

Anto dan sahabat-sahabat yang lain berjalan ke belakang halaman dan tiba menyaksikan kisah cinta di antara kedua sahabat mereka. Dengan air mata penuh kebahagian, Laura berkata, "Ya, aku mau.". Seluruh sahabat-sahabat persekutuan itu bertepuk-tangan meriah, Herman mendekati Laura dan mendekapnya dengan cinta. Malam itu benar-benar hangat bagi mereka. Dan akhirnya, perjuangan untuk mendapatkan sebuah cinta berakhir dan saatnya memulai langkah baru untuk membina hubungan cinta yang telah dir
aih.

___________________________

Cinta ialah anugerah
banyak orang mengetahuinya tetapi memanfaatkannya.
Anugerah hanya dapat dinikmati
Saat perjuanganmu untuk mendapatkan seseorang berakhir dengan keberhasilan,
Ukirlah janji cinta itu di hadapan Tuhan.

Rintangan dan hambatan boleh silih berganti
tetapi kesetiaan akan tetap pada tempatnya
Hari ini katakanlah cinta apabila memang itu nyata
kesempatan ini takkan pernah kembali lagi.

Sebuah perjalanan cinta yang rohani

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.